Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pengalaman Membangun Habit Membaca dengan Buku yang Positif

Pada kesempatan kali ini, penulis akan membagikan sebuah experiences mengenai membangun habit membaca buku. Kebiasaan membaca sebaiknya memang ditanamkan sejak kecil. Minat dibaca dapat dibangun dengan mulai bahan bacaan yang menarik bagi anak-anak. Pengalaman saya pribadi, ketika kecil saya senang sekali membaca komik. Ketika SMP setelah pulang sekolah saya biasa mampir ke penyewaan komik yang hanya berjarak 50meter dari sekolah. Ketika itu saya rasa membaca komik itu ringan (sehari bisa selesai), menyenangkan, ceritanya seru dan banyak gambar. Awalnya saya berpikir buku bergambar lebih seru dibandingkan membaca novel yang isinya hanya tulisan semua.


Kisah Ikal Masih Teringat Sampai Sekarang

Presepsi saya mengenai novel berubah ketika membaca novel pertama saya. Novel yang pertama kali saya nikmati adalah Laskar Pelangi karangan Andrea Hirata. Novel tersebut milik ayah saya dan ada di rak buku. Karena sampul depannya bergambar siulet anak kecil, awalnya saya kira buku ini adalah cerita anak-anak. Membaca buku tersebut membuat imajinasi saya berkelana liar, membayangkan hal yang tidak tergambar dengan sketsa namun dideskripsikan dengan tulisan. Saya membayangkan bagaimana keadaan di Belitong walaupun belum pernah ke sana, kondisi SD Muhammadiyah, hingga perangai tokoh-tokoh yang diceritakan. Rasanya lebih asyik dibandingkan membaca komik yang gambarnya sudah tetap. Dengan membaca novel penggarambaran latar dan tokoh tidak dibatasi jadi pembaca dapat berimajinasi dengan bebas.

Genre kesukaan saya adalah fiksi. Untuk genre ini, saya lebih suka membaca dibandingkan nonton filmnya. Beberapa kali saya kecewa karena menonton film yang diadaptasi dari novel dengan terlebih dahulu telah membaca novelnya. Biasanya kecewa karena karakter yang tidak sesuai perkiraan, latar tempat yang berbeda dengan bayangan, dan seringkali ada alur cerita yang diubah ataupun dipotong. Jadi kalau ada film yang diangkat dari novel dan saya sudah membaca novelnya, saya jarang tertarik untuk menontonnya.

Biasanya saya tidak suka membaca novel berulang-ulang. Karena kalau mau dibaca dua kali tidak akan seru lagi karena sudah tahu ceritanya. Karena sayang kalau sekali baca selesai, saya lebih senang meminjam atau menyewa novel dibandingkan membelinya. Ketika masuk SMA, kebetulan ada perpustakaan (atau lebih cocok disebut penyewaan buku) di dekat sekolah yang memiliki koleksi komik dan novel yang cukup banyak. Namanya adalah PITIMOSS yang berlokasi di Jl. Banda, Bandung. Harga sewa buku di sana cukup murah. Ketika tahun 2008 sewa komik per hari dikenakan biaya antara Rp500 s.d Rp1500, untuk novel antara Rp3000 s.d Rp5000. Pilihan menyewa 3 atau 5 hari lebih murah dibandingkan membeli novel yang hanya untuk sekali baca.

Novel juga menjadi media pembelajaran bahasa Inggris bagi saya. Ada sebuah seri novel yang berjudul The Alchemyst: The Secret of Immortal Nicholas Flamel karangan Michael Scott, seorang penulis dari Irlandia yang spesialisasinya di bidang folklore. Ia menghadirkan tokoh sejarah dan makhluk mitologi dengan paduan yang pas dalam cerita tersebut. Karena buku kedua yang berjudul The Magician belum terbit di Indonesi namun saya penasaran dengan ceritanya, maka saya paksakan untuk membaca ebook novelnya yang berbahasa Inggris.

Seri The Secret of Immortal Nicholas Flamel

Pada awalnya agak terbata-bata mengikuti alur cerita karena ada beberapa kata yang tidak tahu artinya. Saya menggunakan buku kamus, karena pada waktu itu belum ada google translate untuk mencari arti kata yang baru. Dari situ sedikit demi sedikit kosakata bahasa Inggris saya bertambah banyak. Dengan membaca novel pada bahasa aslinya saya juga mendapat gambaran lebih jelas mengenai apa yang ingin disampaikan oleh penulis dalam cerita tersebut. Dalam beberapa bagian, ada kalimat atau frase dalam bahasa Inggris yang kurang cocok apabila diterjemahkan secara harfiah ke dalam bahasa Indonesia.

Salah satu pengalaman membaca novel yang benar-benar seru bagi saya adalah ketika membaca novel Bidadari-Bidadari Surga tulisan Tere Liye. Saya menamatkan novel tersebut hanya dalam setengah malam tanpa terputus. Setengah malam karena saya membaca selepas tengah malam. Ketika itu saya sedang main di rumah teman dalam rangka makan-makan tahun baruan. Setelah kenyang menikmati makanan dan kembang api, ketika teman-teman Saya yang lain tertidur saya mulai membuka halaman pertama buku tersebut. Tak terasa waktu pun terus bergulir dan mata saya masih menempel dengan novel itu, walau sesekali mengusap mata yang basah karena tangis haru. Sesaat sebelum adzan shubuh novel itu selesai dibaca. Entah berapa lembar yang basah karena tetesan air mata.

Novel yang Menggambarkan Kasih Sayang Kakak yang Berkorban tanpa Batas untuk Adik-Adiknya

Dari membaca novel, saya mempelajari banyak hal. Tata bahasa, penulisan dan pilihan kata tentu merupakan manfaat yang dapat terlihat membaca novel. Saya dapat memperkaya wawasan dengan mengetahui mitologi-mitologi dari berbagai daerah, sejarah dunia, hingga kearifan lokal yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari dari aktivitas ini. Beragam gaya penyampaian penulis juga dapat membuat kita menghargai perbedaan pendapat dan belajar melihat hal dari perspektif lain.

Membaca buku memiliki banyak manfaat dan saya yakin apabila kebiasaan literasi ini ditanamkan akan memberikan manfaat yang luar biasa. Kalau sebelumnya kamu belum terbiasa membaca novel atau buku tebal lainnya, mungkin di awal kamu akan sulit untuk membaca. Tapi saran saya mulailah dengan sesuatu yang kamu sukai dahulu. Apabila sudah terbiasa, lama-lama menghabiskan novel atau buku lainnya menjadi nikmat. Nah itulah kesan dari experiences penulis dalam membangun habit membaca buku, semoga memotivasi.

Posting Komentar untuk "Pengalaman Membangun Habit Membaca dengan Buku yang Positif"